
Kebijakan perdagangan Amerika Serikat kembali menjadi sorotan setelah mantan Presiden Donald Trump mengisyaratkan wacana peningkatan tarif terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Wacana ini memicu reaksi berbagai pihak, khususnya terkait kemampuan ekonomi Indonesia dalam merespons tekanan tarif yang semakin besar. Tak heran, isu ini pun langsung menempati posisi teratas dalam daftar berita ekonomi terpopuler pekan ini.
Tekanan dari Tarif Tinggi
Donald Trump, yang dikenal dengan pendekatan proteksionis saat menjabat Presiden AS, kembali menyuarakan niatnya untuk menghidupkan kembali kebijakan tarif tinggi terhadap negara-negara berkembang, termasuk negara di Asia Tenggara. Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang perlu “diawasi” karena dianggap mendapat keuntungan dagang yang tidak seimbang menurut perspektif Trump.
Jika wacana ini terealisasi, produk ekspor unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan komponen elektronik berpotensi terkena bea masuk lebih tinggi di pasar AS. Padahal, Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.
Menimbang Kekuatan Ekonomi Nasional
Ekonom menilai bahwa ekonomi Indonesia belum cukup kuat untuk melakukan balasan setara terhadap tekanan tarif semacam ini. Dibandingkan dengan negara besar lain seperti China atau Uni Eropa, daya tawar Indonesia dalam perang dagang tergolong terbatas.
Menurut analis dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), struktur ekspor Indonesia masih tergantung pada produk mentah dan setengah jadi, yang membuat posisi tawar di kancah perdagangan global belum optimal. Selain itu, Indonesia juga masih bergantung pada pasar luar negeri dalam hal investasi dan teknologi industri.
Reaksi Pemerintah
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa pihaknya lebih mengedepankan jalur diplomasi ekonomi, bukan konfrontasi. Strategi Indonesia adalah memperkuat pasar dalam negeri, membuka kerjasama alternatif (diversifikasi ekspor), serta memanfaatkan perjanjian dagang regional seperti RCEP dan IA-CEPA.
Namun, pengamat memperingatkan bahwa langkah tersebut perlu dipercepat dan diperluas agar tidak terlalu bergantung pada pasar negara besar seperti AS.
Penutup
Isu tarif Trump dan kemampuan Indonesia dalam merespons tekanan ekonomi eksternal telah menyita perhatian publik dan pelaku usaha. Dalam konteks global yang semakin dinamis, penguatan ekonomi domestik dan pengembangan industri bernilai tambah menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga mampu bersaing di kancah internasional.