
Jakarta – Kasus kejahatan siber kembali mengguncang dunia perbankan nasional. Sekelompok pelaku pembobolan rekening dilaporkan mengincar para pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai target utama. Ironisnya, dalang di balik aksi ini diduga kuat merupakan bagian dari jaringan penipuan lintas negara yang beroperasi dari luar negeri, dengan salah satu Daftar Pencarian Orang (DPO)-nya terlacak berada di Kamboja.
Modus Terstruktur: Rayuan dan Phishing
Para pelaku menggunakan berbagai modus, mulai dari telepon penipuan berkedok pegawai bank, undangan palsu pencairan dana pensiun, hingga aplikasi mobile banking tiruan. Korban yang kebanyakan sudah lanjut usia dimanipulasi secara psikologis untuk memberikan informasi pribadi mereka seperti nomor rekening, NIK, bahkan kode OTP yang bersifat rahasia.
“Biasanya korban menerima telepon atau pesan WhatsApp yang sangat meyakinkan. Mereka diberi informasi palsu soal tunjangan pensiun tambahan atau kenaikan gaji, lalu diarahkan untuk klik tautan atau instal aplikasi palsu,” ujar salah satu penyidik unit siber Polda Metro Jaya.
Jaringan Internasional: Jejak Menuju Kamboja
Hasil penyelidikan mengungkap bahwa kejahatan ini tidak dilakukan oleh individu tunggal. Polisi menduga kuat para pelaku terorganisasi dalam sebuah sindikat kejahatan siber internasional. Salah satu buron utama jaringan ini terdeteksi melarikan diri ke Kamboja, negara yang belakangan sering disebut sebagai “markas baru” sindikat penipuan online asal Asia Tenggara.
“Pelaku utama telah masuk DPO dan terakhir kali terdeteksi menggunakan VPN dari wilayah Kamboja. Kami berkoordinasi dengan Interpol dan otoritas setempat untuk proses ekstradisi,” tegas Kombes Pol Nugroho, Kepala Subdit Cyber Crime.
Korban Terus Bertambah
Hingga awal Juni 2025, tercatat lebih dari 150 korban telah melaporkan kehilangan saldo rekening, dengan kerugian total mencapai miliaran rupiah. Mayoritas korban berasal dari kalangan pensiunan ASN guru, petugas kesehatan, dan pegawai pemerintahan daerah. Beberapa di antaranya kehilangan uang pensiun mereka dalam satu malam.
“Uang yang saya tabung bertahun-tahun lenyap. Padahal itu untuk biaya berobat dan hidup sehari-hari,” ungkap Bapak Harsono, pensiunan guru asal Jawa Tengah, dengan nada pilu.
Pentingnya Literasi Digital dan Proteksi Perbankan
Kasus ini memicu keprihatinan luas terhadap lemahnya literasi digital pada masyarakat usia lanjut, serta perlunya peningkatan sistem keamanan perbankan digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau agar masyarakat, khususnya kalangan pensiunan, tidak mudah memberikan data pribadi kepada siapa pun, termasuk pihak yang mengaku dari bank.
Bank-bank nasional juga diminta memperkuat sistem otentikasi ganda dan edukasi nasabah tentang bahaya phishing dan social engineering.
Kesimpulan
Kasus pembobolan rekening yang menyasar pensiunan ASN menunjukkan bahwa kejahatan siber makin canggih dan lintas negara. Dengan salah satu otak pelaku kini berada di Kamboja, aparat penegak hukum Indonesia ditantang untuk memperkuat kerja sama internasional dan mempercepat pencegahan kejahatan serupa. Masyarakat pun diimbau untuk selalu waspada dan tak mudah percaya pada janji uang tunai atau insentif dadakan, sekecil apa pun.