
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pemasangan permanen stairlift di Candi Borobudur. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pelestarian nilai budaya dan prinsip inklusivitas. Menurut Hetifah, setiap intervensi fisik pada situs bersejarah harus memenuhi prinsip reversibility (dapat dilepas tanpa merusak), minimal intervention, dan tidak mengganggu panorama asli.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, juga menyuarakan keprihatinan serupa. Ia menyoroti risiko kerusakan struktur dan estetika candi akibat pemasangan stairlift permanen. Lalu menekankan perlunya kajian teknis dan arkeologis yang komprehensif, serta keterlibatan para ahli konservasi dan UNESCO dalam proses pengambilan keputusan.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa pemasangan stairlift tidak akan merusak struktur candi. Ia menegaskan bahwa pemasangan tersebut bersifat sementara dan portable, menggunakan bahan yang tidak merusak. Fadli juga menyebut bahwa banyak situs warisan dunia lainnya telah menggunakan chairlift atau stairlift untuk meningkatkan aksesibilitas.
Namun, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) mengingatkan bahwa Candi Borobudur, yang tersusun dari batu andesit, sangat rentan terhadap tekanan, gesekan, maupun benturan. Mereka mengimbau agar pengelola mencermati secara seksama dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pemasangan stairlift permanen.
Dengan berbagai pandangan tersebut, DPR RI mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam dan mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih ramah konservasi, seperti teknologi aksesibilitas non-invasif, guna menjaga keaslian dan integritas Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia.