
Di tengah riuhnya aksi demonstrasi yang digelar oleh berbagai elemen masyarakat hari ini, ada satu pemandangan yang tetap setia mengisi jalanan kota: pengemudi ojek online (ojol). Sambil menembus kemacetan dan panas terik, para ojol tetap sibuk menerima orderan, mengantar penumpang, dan membawa pesanan makanan — meski banyak kelompok pekerja lain memilih turun ke jalan menyuarakan aspirasi.
Tetap Jalan Demi Perut Keluarga
Ketika ditanya mengapa tak ikut turun aksi, sebagian besar driver ojol memberikan jawaban serupa: “Dapur harus tetap ngebul.” Kalimat sederhana tapi penuh makna itu mencerminkan realitas ekonomi yang dihadapi para pekerja sektor informal ini.
“Saya setuju sama tuntutan mereka, tapi kalau saya demo, siapa yang kasih makan anak istri di rumah?”
— Roni, driver ojol berusia 34 tahun
Bagi para ojol, setiap hari adalah perjuangan. Tak ada gaji tetap, tak ada tunjangan, apalagi jaminan demo dibayar. Jika tak narik hari ini, maka tak ada pemasukan.
Tekanan Ekonomi: Bensin Naik, Komisi Turun
Meski tidak ikut demo, bukan berarti para ojol tak punya keluhan. Justru, banyak dari tuntutan dalam aksi hari ini sejalan dengan keresahan mereka:
-
Harga BBM naik, ongkos jalan makin besar.
-
Potongan aplikasi makin tinggi, pendapatan bersih menyusut.
-
Persaingan makin ketat, order makin susah didapat.
-
Insentif tidak transparan, sistem dinilai memihak platform.
Namun, keterbatasan waktu, kebutuhan harian, dan ketergantungan terhadap pendapatan harian membuat mereka harus memilih: menyuarakan atau menyambung hidup?
“Kami Mendukung dari Atas Motor”
Walau tak hadir secara fisik di lokasi unjuk rasa, banyak ojol mengaku tetap mendukung gerakan buruh dan elemen sipil yang menuntut keadilan. Beberapa dari mereka menyematkan stiker solidaritas di jaket atau helm, sebagai bentuk dukungan moral.
“Saya narik, tapi hati saya tetap sama mereka. Saya pantau dari HP kok.”
— Yusuf, driver ojol sejak 2017
Bahkan, beberapa komunitas ojol melakukan penggalangan dana atau mengirim logistik makanan dan minuman ke lokasi demo. Mereka menyebutnya sebagai “demo dari balik kemudi”.
Suara yang Belum Didengar
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun tidak turun ke jalan, suara para pengemudi ojol tetap penting dan layak didengar. Mereka adalah bagian dari roda ekonomi digital yang terus bergerak, bahkan saat kota berhenti sejenak karena gelombang unjuk rasa.
Sayangnya, keberadaan mereka kerap dianggap invisible: tak sepenuhnya pekerja formal, tapi juga tak punya perlindungan layaknya karyawan tetap. Posisi mereka di zona abu-abu hukum ketenagakerjaan membuat aspirasi mereka kerap terabaikan.
Penutup: “Kami Hanya Ingin Hidup Layak”
Ojol bukan anti-demo. Tapi realitas memaksa mereka untuk tetap bekerja. Mereka bukan tidak peduli, mereka hanya harus bertahan.
“Kami hanya ingin hidup layak. Itu saja.”
— Ainun, ibu driver ojol yang juga single parent
Sementara demo masih berlangsung dan wacana kebijakan bergulir di ruang rapat, mereka terus melaju di jalanan, menjemput rezeki demi satu hal yang paling penting: agar dapur tetap ngebul.